Skip to main content

Dilema Millennial Si Kutu Loncat, Emang Ada yang Salah?

Ilustrasi Kutu Loncat via kanasecure.com
Dear Kutu Loncat, sebelum kembali loncat mending simak tiga point ala Robert Nardelli yang memutuskan BERHENTI dari GE. Jangan sampai nyesel.
Generasi milenial telah jadi sorotan beberapa tahun terakhir. Bahkan saat tranning awal di kantorku, hampir tiap hari ngebahas mengenai generasi X dan Z. Dengan kata lain, sebenarnya hari itu kita menelaah diri sendiri. Banyak perusahaan mencoba meninjau ulang rule model yang sudah mendarah daging atau bahkan yang udah jadi tradisi demi mengikuti gaya pemikiran dan kebiasaan anak milenial. Apalagi bagi media online yang kebanyakan menyasar pembaca anak muda.

Well, satu hal yang selalu diidentikkan dengan generasi muda masa kini adalah 'Kutu Loncat.' Buat kamu yang udah berusia kepala dua dan udah ngerasain dunia kerja, pastinya kenal dong dengan istilah kutu loncat.

Terima atau nggak, kebanyakan milenial yang baru masuk dunia kerja dan suka pindah-pindah kerjaan disebut Kutu Loncat. Menyandang status Kutu Loncat mungkin ngerasa nggak nyaman. Tapi sebagian orang berpikir dari pada menjalani hidup secara terpaksa dengan stay di tempat kerja yang tak memberi gairah, memutuskan berhenti kayaknya jadi jalan terbaik. Tapi bodohnya, terkadang keputusan tersebut diambil karena emosi semata dan nggak punya plan karir yang bener. Dasar milenial! Cuma modal nekat! *Talk to My Self*

Via thecareermuse.co.in

Setelah baca beberapa artikel sana-sini, ternyata memutuskan 'BERHENTI' itu nggak selamanya buruk, lho. Yah, contohnya aja memutuskan untuk berhenti merokok, berhenti saat lampu merah, berhenti mengingat mantan. #Eh (Emang punya mantan?) LOL. Well, intinya nggak semua kata berhenti bermakna negatif.


Tapi kalau konteksnya adalah nekat berhenti kerja tanpa ada planning karir yang jelas, itu namanya kebodohan.


Kalau kamu butuh contoh orang-orang sukses yang memutuskan untuk berhenti, baca artikel di sini deh.

Ngutip tiga aturan ala Robert Nardelli, orang yang memutuskan meninggalkan General Electric (GE), sebaiknya kamu mikir panjang sebelum memutuskan berhenti kerja. Oh yah, perlu kamu tahu GE itu perusahaan multinasional dan tertua di dunia. Peusahaan buah karya Thomas Alva Edison tersebut rela ditinggalin oleh Nardelli. Gila nggak tuh? Saat itu jabatannya adalah CEO of GE Transportation and GE Power Systems. Hemmm, maknyus banget tuh posisinya. Mungkin kamu bakal bertanya kenapa? Tapi, kalau aku sih lebih tertarik bahas bagimana proses dia sampai pada keputusan 'BERHENTI.'

Robert Nardelli/money.cnn.com

Nardelli sempet ngejelasin tiga poin yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan berhenti. Mau tahu? lanjutin gih bacanya.

1. Jangan Lari

"Jangan membuat keputusan yang nantinya bakal kamu sesali, (penyebabnya) simple, karena kamu frustasi atau nggak puas."

Bagiku sih itu bener banget. Kalau kamu lagi ada masalah sama atasan atau rekan kerja, jangan lari, tapi hadapi. Emang kalau pindah ke tempat kerja baru bakal bebas dari masalah? Enggak lah! Jadi, selesaikan semuanya dengan tuntas. Kalau udah beres, kan hati bakal adem ayem tentrem, tuh. Mau resign juga nggak ada beban. Ups!

2. Pekerjaan baru harus lebih baik dari pada sebelumnya

"Kalau kamu punya kehidupan mewah di sebuah perusahaan besar dan ternama sementara kinerjamu juga terbukti bagus dan membangakan bos besar, jangan terlalu terburu-buru memutuskan keluar untuk kerja di tempat lain."

Kalau kamu setuju nggak nih sama pernyataan kedua dari Nardelli ini? Aku sih, YES. Hahaha.

3. Tahu persis apa yang dicari


"Apakah kamu ingin berada di perusahaan yang benar-benar berbeda? Apakah punya pertimbangan geografis? Apakah ingin mendapatkan jabatan dan tanggung jawab lebih?."


Itu sederet pertanyaan dari Naderlli yang harusnya dipertanyakan pada diri sendiri sebelum memutuskan untuk berhenti dari sebuah pekerjaan. Dia menyarankan untuk jujur mengakui berbagai kesempatan yang udah dilalui serta potensi jabatanmu di perusahaan yang sedang kamu jalani dan bandingkan dengan tawaran baru.

Jadi udah mantep belum nih buat resign? Kalau keputusan berhenti udah bulat, sebaiknya dilakukan secara baik-baik, yah. Tetep keep contact sama temen kerja. Kalau kata Richard Bronson, lebih baik membangun jembatan dari pada harus membakarnya. Aku harap kamu sepaham.

Bagi generasi Baby Boomers atau Gen W, mungkin fenomena ini terlihat aneh. Tapi yah inilah yang terjadi masa kini. Ada yang salah dengan si Kutu Loncat?

Comments

Popular posts from this blog

Review Film 27 Step of May, Kisah Korban Pemerkosaan Peristiwa Mei 98

Film 27 Step of May bisa jadi rekomendasi hiburan yang pas untuk ditonton saat akhir pekan. Tontonan layar lebar ini menceritakan karakter May (Raihaanun) remaja yang mengalami trauma berat karena diperkosa oleh segerombolan orang. Ayah May (Lukman Sardi) merasa sangat terpukul melihat nasib anak perempuannya. Sebagai seorang ayah ia merasa tak mampu melindungi putrinya menjalani hidup dengan menyalahkan dirinya sendiri. Pengalaman buruk itu membuat May menutup diri hiruk pikuk kehidupan sosial. Ia memilih mengurung diri di rumah dan baginya kamar adalah tempat teraman menurutnya. Sepanjang film penonton diajak melihat pergulatan batin antara May dan ayahnya yang digambarkan sangat intens. Baca Juga:  Molor Setahun dari Jadwal Rilis, The Maze Runner: The Death Cure Emang Pantes Dinanti Ayah May yang berprofesi sebagai petinju seolah mengisyaratkan pelampiasan kemarahan dirinya pada profesinya. Hal itu karena ia merasa tak mampu menerima keadaan anaknya yang memiliki nasib naas. Meliha

Belajar dari 5 Ilmuan Dunia, Ternyata Jenius Aja Nggak Cukup

Thomas Alva Edison via  ibrahimhasan.id Pernah nggak sih kamu berpikir jadi ilmuan itu keren? Yups, berkat berbagai penemuan mereka banyak sekali manfaat bagi kehidupan yang bisa dirasakan hingga saat ini. Padahal jika ditelaah, saat mereka hidup dulu, fasilitas belajar tak selengkap seperti sekarang. Kini, ingin belajar tinggal baca buku, pengen dapat info baru bisa dicari di internet. Sumpah dah, nggak kebayang hidup di zaman mereka. Tapi para ilmuan tetap berjuang demi menciptakan alat yang memberikan kemudahan hidup manusia. Meski dikenal dengan berbagai penemuannya, ternyata nggak semua ilmuan dianggap jenius dari lahir. Beberapa dari mereka bahkan harus putus sekolah atau drop out dari perguruan tinggi. Terus, gimana caranya para ilmuan bisa sepintar itu? Biar tahu lebih banyak, yuk simak cara belajar para ilmuan yang mungkin saja bisa kamu tiru dalam kehidupan sehari-hari. 1. Leonardo da Vinci Leonardo da Vinci via  jayakartanews.com Leonardo da Vinci dike

Kutukan Ratu Boko, Amit-amit Jangan Sampai Terjadi Lagi

Candi Ratu Boko Klaten Jawa Tengah (Dok Pribadi) Traveling low budget, nggak gini-gini amat kali! Nginget peristiwa yang satu ini selalu bikin ngakak sendiri. Hahahahaha. Tuh kan ketawa lagi. Oke Enough! Eh kalo kalian bosan sama paket wisata yang gitu-gitu aja, mungkin yang satu ini bisa dicoba. Berwisata sambil belajar sejarah bakal ngasih pengalaman yang unik. Yups! Berkunjung ke Istana Ratu Boko bisa jadi alternatif pilihan yang tepat. Tempat wisata yang terletak sekitar 3 KM sebelah selatan dari kompleks Candi Prambanan ini menawarkan suasana sejuk yang sarat mitos dan legenda. Lookasinya yang berada di ketinggian 196 meter di atas permukaan air laut memberikan panorama yang eksotis dengan pemandangan kota Yogyakarta lengkap dengan Candi Prambanan serta berlatarbelakang Gunung Merapi di sebelah utara. Jadi wajar bila banyak para calon pengantin melakukan sesi prewed di sini. Bisa jadi referensi tuh. Eh, emang udah ada pasangannya? Hahaha. Nah, Istana Ratu Boko